Sepulang dari Indonesia dan kembali lagi ke negri rantau. Aku sepertinya tak biasa dengan layar maya plus isi di dunia itu. Namun setelah aku berbaur kembali beberapa kali. Ada krentek untuk menorehkan isi hati kembali. Seperti hari2 sebelumnya, yang menjadikan ruang ini sebagai wadah curhatku.Mungkin bisa di bilang ini untuk kenanganku sepanjang masa, setelah aku melewati masa ini.
Bismillah...
Sampai sekarang aku masih seperti mimpi. Bukan masalah aku berada di tengah keluargaku yang ku rindukan sekian lama. Namun kejadian demi kejadian yang membuatku seperti tak berani mempercayainya secara nyata.
Allah memberikan begitu besar kekuatan hingga aku tak menyangkakan bahwa aku sekuat itu. Mendengar dengan nyata pengakuan suamiku tentang pengkhianatanya dan tentang semua teka-teki yang membuatku sempat kehilangan kepercayaan diri. Bahkan sempat aku memilih jalan yang lain.
Tapi itulah Wanita, Ibu, dan Anak tertua. Yang telah ku sandang dan harus ku pertanggung jawabkan. Sebagai Wanita, aku tetap harus lembut menyikapi gejolak apapun yang ada di depanku. Dan sebagai Ibu, aku harus kuat menutupi gejolak yang mungkin bisa menimbulkan kontrakdiksi di dalam jiwa anakku. Karna aku tahu dia yang termahal di dalam hidupku. Dan sebagai anak tertua di keluargaku, aku harus bisa sekuat tenaga memberi contoh terbaik di mata mereka.
Alhamdulillah...
Saat aku berada di tengah2nya. Kekuatan itu terhimpun begitu kuat, begitu tegar dan begitu kokoh. Aku masih tersenyum di dalam kemelut. Aku masih mampu menunaikan tugasku dengan sangat baik. Dan hampir sempurna di mata orang lain.
Ohh Tuhan...
Manusia biasa memang tetap biasa. Semua kekuatan itu sepertinya melukaiku urat demi urat dalam hati dan tubuhku. Tak setetespun dapat ku tumpahkan airmata ini. Justru tertawa tanpa arti menjadi bahan untuk pelepasan kesah ini.
Gilakah aku?....
Smoga bukan kegilaan yang berkepanjangan. Dan aku sadar bahwa kekuatan manusia itu sebenarnya ada dan nyata. Dan betapa indahnya jika aku telah melakukan apa yang membahagiakan orang2 di sampingku. Dan itu sungguh merangkai kekuatan sendiri untuk bertahan.
Malam itu aku keluar rumah. Berjongkok di pekarangan rumah yang gelap. Tubuhku bergetar hebat. Kurasakan panas tapi aku menggigil. Ku seru2 nama Allah, aku takut sekali, sangat takut!!!... Aku tak juga bisa menangis, sesak dadaku dan leherku seperti tercekik. Dan ini ssebenarnya sudah biasa aku alami. Tapi kali ini yang terhebat bila aku melukiskannya. Untuk yang pertama aku merasa jijik sekali pada seseorang. Dan kemudian... akhirnya aku mampu keluar dari perasaan menghimpit itu...
Di hari lain...
Di pinggir sungai kecil yang airnya mengalir bening. Nampak bebatuan di dasarnya yang dangkal. Aku termenung meredam emosi dan menutupinya dari semua orang. Merasa yakin bahwa semua yang di sebut masalah itu hanya termasuk aksesori kehidupan. Dan semakin aku mengeluh, akan semakin terasa masalah menyakitkan itu menindih kekuatan positif dalam diriku. {seperti detik ini}.
Aku banyak mengingat tulisan2ku sendiri yang bernada tegar. Mengingat kembali nasehat2 sahabat bahkan oleh orang2 yang pernah dekat. Dan aku bercermin pada kisah2 orang lain.
Mencuci baju di sungai, membersihkan rumah, memasak di dapur adalah kesibukanku selama di kampung kelahiranku yang baru saja terkena longsor setahun lalu.
Memandang anak saat tertidur, menyuapinya makan, hingga bermunajat di mushala kecil di mana dulu aku belajar mengaji, adalah kenangan indah yang begitu indah. Dan menutup hampir semua cerita duka.
Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillah...
Saturday, July 18, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)